Sosoknya kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Siapa Muhammad
Yunus? Kecuali para akademisi dan aktivis sosial, tidak banyak yang
mengenalnya. Namanya mulai terdengar di kalangan lebih luas ketika beliau dan
Grameen Bank menerima Hadiah Nobel Perdamaian tanggal 13 Oktober 2006 silam.
Terlebih dengan terbitnya buku beliau bulan April 2007 lalu di Indonesia yang
berjudul Bank Kaum Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan,
yang sesungguhnya telah terbit 10 tahun lalu di Perancis dengan judul Vers un
monde sans pauvrete. Sejak terbitnya buku ini, nama Muhammad Yunus semakin
dikenal.
Dia adalah seorang profesor ekonomi kebanggaan Bangladesh, akademisi
sekaligus sebagai praktisi, juga menjadi aktivis kemerdekaan Bangladesh.
Muhammad Yunus adalah perintis dan pendiri Grameen Bank, bank yang memberi
kredit kepada kaum miskin dan sebagian besar adalah perempuan. Sekarang ini,
dengan penerapan, adaptasi, dan modifikasinya di berbagai negara, bank ini
telah menjadi lambang keberdayaan kaum miskin di Bangladesh, juga pada lebih
dari 100 negara di 5 benua.
Yunus lahir di tengah-tengah keluarga sederhana di kawasan perajin
perhiasan, di jantung kawasan niaga lama di Chittagong, kota pelabuhan terbesar
di Bangladesh. Ayahnya, Dula Mia, adalah seorang pria muslim yang taat, halus
perasaannya namun ketat mengenai jadwal belajar anak-anaknya. Ibunya, Sofia
Khatun adalah seorang wanita yang keras dan tegas dalam menegakkan disiplin
dalam keluarga. Namun dibalik ketegasannya itu, Sofia Khatun memiliki rasa iba
yang tinggi, baik hati dan tak pernah merasa keberatan untuk memberikan uang
kepada kerabat miskin yang datang mengunjungi keluarga. Perhatian Sofia Khatun
terhadap kaum miskin dan tidak beruntung menjadi pertimbangan yang kuat bagi
Yunus untuk memilih ilmu ekonomi dan berminat besar pada perubahan sosial.
Pada umur 21 tahun, yang merupakan tahun kelulusannya di Universitas
Chittagong, Muhammad Yunus langsung ditawari sebagai dosen pengajar di
almamaternya. Sembari menjadi pengajar, Yunus muda mulai melirik dunia bisnis,
belajar dari sang ayah yang menjadi perajin dan pedagang ornamen permata.
Pabrik bahan pengepakan dan percetakan denga 100 orang pekerja adalah usaha
yang dirintisnya pertama kali, dengan ayahnya sebagai komisaris utama. Usahanya
sukses dengan keuntungan tahunan yang menggembirakan.
Tahun 1965, di usianya yang ke-26, Yunus mendapatkan beasiswa
Fullbright untuk belajar di University of Colorado dan mendapatkan gelar
Ph.D-nya di sana, kemudian mengajar di Middle Tennessee State University. Pada
tahun 1971, dari siaran radio, Yunus mengetahui bahwa tentara Pakistan telah
bergerak masuk ke wilayah Bangladesh dan memblokir semua oposisi. Sejak itu,
Yunus yang di masa kecilnya menyaksikan perjuangan kemerdekaan Pakistan dari
India, kemudian menjadi aktivis untuk kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan dan
mempunyai peran penting atas kemerdekaan negeri tersebut.
Tahun 1972, Yunus kembali ke Chittagong dan menjadi dekan di fakultas
ekonomi Universitas Chittagong. Universitas-universitas di Bangladesh saat itu
dibangun sejauh mungkin dari pusat kota atas perintah Marsekal Muda Ayub Khan,
presiden Bangladesh, untuk menghindari pembangkangan mahasiswa terhadap
pemerintah. Demikian juga Universitas Chitagong yang dibangun di perbukitan
tandus dan bersebelahan dengan Jobra, sebuah desa miskin yang kemudian
menginspirasi Yunus.
Tahun 1974, Bangladesh mengalami bencana kelaparan. Orang-orang sekurus
tengkorak mulai bermunculan di ibukota Dhaka, di stasiun-stasiun kereta api dan
di terminal-terminal, dan segera memenuhi ibukota. Begitu parahnya, sehingga
ketika mereka duduk terdiam, amat sulit untuk membedakan mereka masih hidup
atau sudah mati. Semuanya kelihatan mirip: orang tua terlihat seperti
anak-anak, dan anak-anak terlihat seperti orang tua. Merasa tidak bisa tenang
dan tidak berbuat apa-apa atas bencana tersebut, Yunus segera bertemu Abu
Fazal, seorang pemerhati sosial, untuk membuat seruan kepada seluruh kampus dan
tokoh-tokoh nasional untuk melawan kelaparan. Selesai dengan itu, Yunus segera
mefokuskan perhatiannya di bidang pangan: pertanian.
Yunus menjalankan sistem bagi hasil yang disebutnya Pertanian Tiga
Pihak di desa Jobra. Yunus berandil pada biaya bahan bakar pompa artesis, bibit
tanaman unggul, pupuk, insektisida, dan pengetahuan teknis. Pihak kedua buruh
tani menyumbangkan tenaganya dan pihak ketiga pemilik lahan. Walaupun sangat
sulit meyakinkan semua pihak, dan Yunus sendiri merugi 13.000 taka, program ini
berhasil. Untuk pertama kalinya, padi-padi berdiri tegak bagaikan permadani
hijau di musim kemarau.
Yunus segera menyadari akan keberadaan pekerja perempuan yang tugasnya
mengirik gabah dari batangya. Hanya demi 40 sen dolar, perempuan-perempuan itu
memanfatkan bobot tubuh dan gerakan kaki tanpa alas untuk mengirik padi selama
10 jam sehari! Kaum perempuan itu banyak yang janda karena suaminya meninggal,
cerai dan ditinggal pergi begitu saja dengan meninggalkan banyak anak. Mereka
bahkan terlalu miskin sebagai butuh tani. Program Pertanian Tiga Pihak
menyisakan kenyataan bahwa pemilik lahan yang berlahan luas semakin kaya dan
kamu buruh yang miskin semakin miskin.
Yunus tidak setuju bahwa orang miskin itu pemalas dan tidak punya
keahlian. Dia percaya bahwa orang miskin hanya tidak memiliki kesempatan. Yunus
seringkali berjalan-jalan mengelilingi desa dan mencoba untuk lebih dekat
dengan kaum miskin desa. Suatu kesempatan dia dia terperanjat atas kenyataan
seorang perempuan desa meminjam 5 taka (22 sen dolar) untuk membeli bahan baku
membuat bangku dari anyaman bambu dan harus menjualnya kepada rentenir seharga
5 taka 50 poysha. Keuntungannya hanya 50 poysha dan itu setara 2 sen dollar!
(coba kita renungi kawan, ini sama halnya menjadikan perempuan itu sebagai
budak! Di antara kita pasti tak ada yang merasa kesusahan hanya karena
ketiadaan uang senilai 22 sen dollar).
Kemudian Yunus membuat daftar para korban rentenir. Jumlahnya 42 orang
dengan total pinjaman 27 dollar dan dikeluarkannya dari kantungnya sendiri
untuk membayar 27 dollar ini kepada rentenir. Orang-orang yang dibantu hanya
dengan 27 dollar sangat gembira. Dari sinilah lahir ide untuk membuat suatu
bank untuk kaum miskin; Bank Grameen (Grameen artinya pedesaan).
Yunus kemudian membicarakan mengenai kredit untuk kaum miskin kepada
manajer bank di samping universitas. Usulnya tidak disetujui karena kaum miskin
dianggap tidak layak menerima kredit, bahkan keuntungannya pun tidak mampu
menutupi biaya administrasi. Yunus mengajukan diri sebagai penjamin kredit.
Usulnya disetujui. Suatu hal yang menggembirakan, orang-orang miskin itu
membayar pinjamannya tepat waktu. Bagi kaum miskin, kredit itulah menjadi kesempatan
untuk mengubah keadaan, dan tidak membayar pinjaman sama halnya untuk tidak
mendapat pinjaman selanjutnya. Inilah letak jaminan yang sesungguhnya.
Tahun 1983, Bank Gramenn berhasil berdiri. Penggeraknya adalah
mahasiswa-mahasiswi Yunus yang sejak awal telah menjadi sukarelawan. Bagi para
mahasiswa-mahasiswi tersebut, menjadi pegawai Bank Grameen adalah menjadi
petualang, mereka menjadi biasa jalan berkilo-kilo meter untuk menemui nasabah
dan berusaha meyakinkan kaum miskin, khususnya perempuan, untuk meminjam uang
dengan bunga yang amat kecil sebagai modal kerja; suatu hal yang sangat baru
bagi perempuan Bangladesh saat itu.
Banyak tantangan yang dilalui
sejak Grameen berdiri. Banjir besar yang melanda 1981, 1985, 1987, dan terutama
1988 yang menimbulkan korban 150 ribu jiwa, juga bencana tornado yang melanda
distrik Manikganj 1989. Bencana-bencana ini sangat berpengaruh terhadap
kepercayaan diri para peminjam. Untuk itu, para pegawai bank segera manjadi
sukarelawan, menyelamatkan orang sebanyak mungkin, menyiapkan tempat
perlingdungan, obat, dan makanan. Menyiapkan bibit cadangan untuk ditanam, uang
tunai untuk membeli ternak baru dan bentuk pinjaman bencana lainnya.
Pro-kontra mewarnai perkembangan Bank Grameen. Kaum Kiri menuduh Yunus
bahwa Grameen konspirasi Amerika untuk menanamkan kapitalisme di antara kaum
miskin dan bahwa tujuan riil Grameen adalah menghancurkan setiap harapan bagi
sebuah evolusi dengan menghilangkan keputusasaan dan kemaraah kaum melarat. Di
Sisi Kanan, ulama konservatif menyatakan bahawa Grameen menghancurkan budaya
dan agama.
Hingga pada akhirnya Pemenang Nobel asal Bangladesh, Muhammad Yunus
akhirnya mengundurkan diri dari Grameen Bank, sepekan setelah Mahkamah Agung
menolak gugatannya. Yunus akan mundur dari jabatannya sebagai Managing Director
Grameen Bank, dan digantikan oleh wakilnya, Nurjahan Begum.
"Saya mengambil langkah ini tanpa prasangka pada masalah hukum
yang diangkat sebelum Mahkamah Agung dan untuk mencegah gangguan yang tak
semestinya di Grameen Bank," ujar Yunus dalam rilisnya seperti dikutip
dari AFP, Jumat (13/5/2011).
Yunus, 70 tahun, dicopot oleh Bank Sentral Bangladesh dari jabatannya
sebagai pemimpin bank yang fokus pada kredit mikro tersebut pada 2 Maret karena
dinilai melebihi usia pensiun 60 tahun. Tapi dia melawan perintah itu dengan
mengajukan gugatan yang kemudian ditolak oleh Mahkamah Agung pada 5 Mei.
Pencopotan Yunus merupakan puncak pertikaian dengan pemerintah yang
dipimpin Liga Awami. Dia pecah dengan PM Sheikh Hasina di 2007 ketika berusaha
membentuk partai baru.
Pemerintah Bangladesh memiliki 25% saham di Grameen yang merintis
konsep kredit usaha kecil ke kalangan orang miskin yang kemudian ditiru di
seluruh dunia.
Pria yang dianggap sebagai perintis kredit mikro ini berharap
pengunduran dirinya akan tidak akan menimbulkan kesulitan bagi kolega dan 8
juta nasabahnya serta pemilik bank.
Pemerintah Bangladesh kini sedang mempelajari sejumlah rekomendasi dari
badan investigasi untuk secara radikal merestrukturisasi Grameen Bank dan
perusahaan 'saudaranya', termasuk merombak jajaran dewan di Grameen Bank.
"Saya berharap Grameen Bank akan terus beroperasi untuk menjaga
independensi dan karakter dan bergerak ke depan meski mendapatkan kesuksesan
yang lebih besar," ujar Yunus.
Apapun kontroversi itu, tahun 2006, Grameen telah mengucurkan pinjaman
kredit ke hampir 7 juta orang miskin di 73.000 desa Bangladesh, 97 persen
adalah kaum perempuan. Grameen memberikan kredit bebas agunan untuk mata
pencaharian, perumahan, sekolah, dana pensiun, asuransi, dan usaha mikro untuk
keluarga-keluarga miskin. Sejak diperkenalkan 1984, KPR telah dipakai untuk
membangun 640.000 rumah. Secara kumulatif, kredit yang diberikan mencapai angka
6 milyar dollar. Tingkat pengembalian 99 persen. Dan yang lebih membanggakan,
Grameen sejak 1995 telah mandiri secara finasial dan tidak lagi mengandalkan
donor.
Yunus juga menitik beratkan pada pendidikan, dengan 30.000 beasiswa
tiap tahunnya. Terdapat kredit perkuliahan dengan 13.000 mahasiswa yang telah
menerima kredit tersebut. Beberapa di antaranya telah bergelar Ph.D dan banyak
lagi yang menapaki jenjang pendidikan tinggi; menjadi dokter, insinyur, dosen
dan profesi-profesi lain.
Grameen telah melampui kredit mikro, Grameen telah mengembangkan sayap
ke bidang-bidang lain. Fisheries Foundation yang nir-laba di bidang perikanan,
Grameen Uddog (juga nirlaba) sebagai penghubung penenun tradisional terhadap
pasar ekspor, kemudian operator telekomunikasi: GrameenPhone (yang untuk
mencari laba. Hasil patungan Telenor Norwegia dan Grameen Telecom) dan Grameen
Telecom (nir-laba). Yang menarik adalah Grameen Telecom yang membeli airtime
dari GrameenPhone, di mana ibu-ibu di desa menjadi ”ibu-ibu ponsel” (telephone
lady) dengan menjual jasa yang namanya ”telpon desa berbayar”, hingga
menghubungkan desa ke dunia luar dan memenuhi kebutuhan IT bagi penduduk desa.
Yunus dan Grameen Bank bukanlah pilihan yang salah untuk diberikan
Hadiah Nobel Perdamaian. Terlepas dari pro-kontra metodenya, Yunus dan Grameen
telah membuktikan andil mereka dalam memberantas kemiskinan dan membuka mata
seluruh dunia bahwa kemiskinan bukan mustahil untuk dilawan. Kapan giliran
orang Indonesia?
Sumber: Bank Kaum Miskin: Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi
Kemiskinan, 2007,
http://finance.detik.com,
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar